Anak-anak Mentawai menyusuri sungai di Pulau Sipora, wilayah yang terancam oleh kerusakan hutan dan eksploitasi lingkungan. Sungai menjadi sumber kehidupan utama bagi masyarakat lokal, namun kini terancam akibat pembukaan konsesi kayu dan perubahan iklim ekstrem.
(Foto: SIEJ).
Mentawai (Sumbar), MINAKONEWS.COM – Kabupaten Kepulauan Mentawai menghadapi tekanan serius di bidang lingkungan hidup dan ketahanan bencana. Di tengah upaya pembangunan, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak terhadap potensi bencana ekologis yang semakin meningkat, terutama akibat eksploitasi hutan dan perubahan iklim ekstrem.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumatera Barat menyebut bahwa mayoritas bencana yang melanda Mentawai dalam tujuh tahun terakhir merupakan bencana ekologis, seperti banjir, longsor, dan cuaca ekstrem. Direktur WALHI Sumbar, Wengky Purwanto, mengingatkan bahwa eksploitasi hutan seluas 20 ribu hektare di Pulau Sipora berisiko memperparah kerusakan lingkungan dan mengganggu 18 daerah aliran sungai yang menopang kehidupan masyarakat lokal (suara.com).
Pulau Sipora, yang menjadi pusat pemerintahan Mentawai, bahkan sempat ditetapkan dalam status tanggap darurat banjir selama 14 hari pada pertengahan tahun ini. WALHI menilai bahwa pembukaan konsesi kayu di wilayah tersebut dapat melumpuhkan fungsi hidrologis dan memperbesar peluang bencana, terutama saat musim hujan.
Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Mentawai melalui Dinas Lingkungan Hidup dan BPBD terus berupaya memperkuat sistem peringatan dini dan edukasi kebencanaan. Program pelatihan tanggap darurat berbasis komunitas telah dijalankan di 12 desa rawan bencana, termasuk di wilayah pesisir dan lereng bukit yang rentan longsor.
Data dari BPS Mentawai menunjukkan bahwa pada awal 2025, terdapat 38 kejadian bencana yang tercatat, mayoritas berupa banjir dan angin kencang. Rasio desa yang memiliki sistem peringatan dini masih berada di angka 42 persen, menunjukkan perlunya percepatan dalam pembangunan kapasitas mitigasi.
Pemerintah daerah juga menggandeng BNPB dan Kementerian LHK untuk penyusunan peta risiko bencana dan perlindungan kawasan hutan adat. Namun, WALHI menekankan bahwa perlindungan lingkungan tidak cukup hanya dengan dokumen, melainkan harus diwujudkan dalam kebijakan yang berpihak pada keberlanjutan dan keselamatan warga.
Dengan tekanan ekologis yang terus meningkat, Mentawai dihadapkan pada pilihan krusial: menjaga hutan sebagai benteng alam atau membiarkan eksploitasi yang berisiko melumpuhkan sistem kehidupan pulau.(44d1n0).
Penulis : 44d1n0
Editor. : Red minakonews
