Indeks

Dapur Bergizi, Nafsu Politik: Saat Anak-anak Jadi Korban Ambisi

Wakil Kepala Badan Gizi Nasional, Nanik S. Deyang, menangis saat menyampaikan permintaan maaf atas kasus keracunan massal makanan bergizi gratis.(Foto: TEMPO.CO).

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) seharusnya menjadi tonggak kemanusiaan: memberi makan anak-anak Indonesia agar tumbuh sehat, cerdas, dan bebas dari stunting. Namun, kenyataan di lapangan justru menunjukkan wajah lain wajah yang muram, penuh intrik, dan aroma kepentingan.

Ketika ribuan siswa keracunan makanan dari dapur MBG, publik menuntut jawaban. Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Deyang, menangis saat meminta maaf. Tangis itu bukan sekadar ekspresi personal, tapi cerminan betapa program yang digadang-gadang sebagai warisan kebijakan besar justru melukai anak-anak yang seharusnya dilindungi.

Yang lebih mengejutkan, di tengah krisis tersebut, Nanik mengaku menerima pesan dari seorang politikus yang meminta jatah dapur MBG. Tanpa ragu, ia memblokir kontak tersebut. Enak aja lu ngurusin dapur, katanya tegas. Pernyataan ini bukan hanya soal keberanian, tapi juga membuka tabir bahwa dapur MBG bukan sekadar urusan gizi ia telah menjadi rebutan politik.

Ketika dapur menjadi komoditas, anak-anak kehilangan haknya atas makanan yang aman. Ketika pejabat lebih sibuk mengatur distribusi daripada mengawasi kualitas, maka MBG bukan lagi program gizi, melainkan panggung ambisi.

BGN telah menutup puluhan dapur yang melanggar SOP. Tapi pertanyaannya lebih besar: bagaimana dapur-dapur itu bisa lolos sejak awal? Di mana pengawasan saat kontrak ditandatangani? Siapa yang bertanggung jawab atas sistem yang memungkinkan dapur tak layak beroperasi?

Editorial ini bukan untuk menyalahkan satu pihak, tapi untuk mengingatkan: anak-anak bukan alat politik. Mereka bukan angka dalam laporan, bukan target dalam kampanye. Mereka adalah masa depan yang harus dijaga dengan integritas, bukan dengan kalkulasi elektoral.

Jika MBG ingin bertahan sebagai program nasional, maka transparansi harus menjadi fondasinya. Dapur harus steril dari kepentingan, bukan hanya dari bakteri. Dan pejabat publik harus berani berkata tidak—seperti Nanik—ketika politik mulai meracuni piring anak-anak.

Minakonews berdiri bersama anak-anak. Kami akan terus mengawasi, mengkritisi, dan menyuarakan suara yang sering diabaikan: suara mereka yang belum bisa bicara, tapi sudah menjadi korban.(Donna R. Joesoef,).

Penulis : Donna R. Joesoef,

Editor. : Red minakonews