Di ruang kecil penuh nada, Ferry Zein merangkai kisah Minang yang tak lekang oleh zaman.” (Foto: Ist).
Padang (Sumbar), MINAKONEWS.COM – Di balik denting keyboard dan syair-syair yang menyayat hati, nama Ferry Zein berdiri kokoh sebagai salah satu maestro musik Minang paling berpengaruh. Lahir di Bukittinggi, 26 Februari 1958, Ferry bukan hanya komposer dan arranger, tapi juga penyiar, budayawan, dan penggerak regenerasi seni Sumatera Barat.
Sejak mulai menciptakan lagu pada 1976, Ferry telah melahirkan puluhan karya legendaris yang dinyanyikan oleh ikon musik Minang seperti Zalmon, Anroys, Boy Sandi, Monalisa, dan Yenny Puspita. Lagu seperti “Kasiak 7 Muaro”, “Ratok Padi Hampo”, dan “Tangih Disalo Galak” menjadi bukti kepekaannya dalam merangkai emosi dan cerita rakyat ke dalam musik.
Tak hanya di balik layar, Ferry juga tampil sebagai penyanyi. Ia membawakan sendiri lagu-lagu seperti “Sayuik Sauleh”, “Madah Terakhir”, dan “Buyuang Chaniago Marantau ka Jepang”—dengan gaya vokal yang lembut, ekspresif, dan sarat makna. Ia juga menyanyikan lagu-lagu religi seperti “Selimut Putih” dan “Bila Terdengar Suara Azan” yang sempat viral di kalangan penikmat musik Islami.
Salah satu kolaborasi paling menarik adalah dengan Gamawan Fauzi, mantan Gubernur Sumbar dan Menteri Dalam Negeri RI. Ferry menciptakan lagu “Sibunian Bukik Sambuang” dan “Bungo Lembah Gumanti” yang dinyanyikan langsung oleh Gamawan, memperlihatkan sinergi antara seni dan kepemimpinan budaya. Lagu-lagu ini masih dibagikan ulang di YouTube dan Facebook hingga kini.
Ferry juga pernah menjabat sebagai Ketua KPID Sumatera Barat pada awal 2010-an. Di sana, ia memperjuangkan siaran lokal yang edukatif dan berbudaya, serta memberi ruang bagi konten seni tradisi Minang. Meski kini sudah menjadi “mantan”, pengaruhnya dalam dunia penyiaran tetap terasa.
Di era digital, Ferry Zein tak surut. Ia aktif mengunggah karya di kanal Ferry Zein Channel, memproduksi genre Rabab Pasisia, Ratok Kisah Nyata, dan lagu-lagu kontemporer Minang. Ia juga berkolaborasi dengan seniman muda seperti Pirin Asmara dan Boy Shandy, membuktikan bahwa semangat berkarya tak mengenal usia.
Studio musiknya menjadi saksi bisu dari proses kreatif yang tak pernah berhenti. Dikelilingi keyboard, synthesizer, mixer, dan layar komputer, Ferry merangkai nada-nada yang menyimpan kisah ranah Minang. Di ruang kecil penuh nada, ia merangkai warisan yang tak lekang oleh zaman.
Pengakuan atas kiprahnya pun tak sedikit. Pada tahun 2011, Ferry Zein menerima Anugerah Maestro Musik Minang sebagai bentuk penghargaan atas kontribusinya dalam membangkitkan aransemen musik tradisi. Ia juga tercatat sebagai Asesor Musik Indonesia bersertifikat BNSP sejak 2017, serta memperoleh sertifikasi nasional sebagai Instrumentalis Keyboard pada 2018. Pengakuan ini menegaskan bahwa Ferry bukan hanya seniman kreatif, tapi juga profesional yang diakui secara institusional.
Ferry Zein bukan sekadar pencipta lagu. Ia adalah penjaga warisan, penggerak komunitas, dan suara yang tak pernah padam dari ranah Minang.(d®amlis).
Penulis. : d®amlis
Editor. : Red minakonews
