Warga berdiri di atas ekskavator saat pembukaan lahan Food Estate di Merauke, Papua Selatan, seperti terekam dalam video dokumenter Tempo di Kampung Wanam.(44d1n0/DRJ)
MINAKONEWS.COM – Proyek Food Estate yang digagas pemerintah pusat sebagai lumbung pangan nasional kini menuai sorotan dari berbagai daerah. Di Merauke, Papua Selatan, dan Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, warga lokal menyuarakan keresahan atas dampak proyek terhadap tanah, budaya, dan kehidupan mereka.
Di Merauke, dokumentasi visual menunjukkan alat berat membuka lahan secara masif. Seorang warga berdiri di atas ekskavator sambil berkata, “Kenapa begitu banyak masuk ke daerah kami?”, menyiratkan kekhawatiran atas hilangnya ruang hidup masyarakat adat. Kehadiran aparat keamanan bersenjata lengkap saat pembukaan lahan juga memicu rasa takut dan intimidasi. Proyek ini dinilai sebagai kelanjutan dari program MIFEE era pemerintahan sebelumnya, yang kini diperluas sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional.
Pemerintah menetapkan kawasan Wanam di Merauke sebagai pusat swasembada pangan nasional. Sebanyak 263.984 hektare kawasan hutan telah disetujui untuk dibebaskan guna mendukung cetak sawah, produksi etanol dari singkong dan tebu, serta biodiesel dari sawit. Proyek ini juga mencakup pembangunan bandara, pelabuhan, jaringan irigasi, dan bahkan pabrik propelan untuk amunisi, sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 19 Tahun 2025 dan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 2025.
Sementara itu, di Desa Ria-Ria, Humbang Hasundutan (Sumut), lahan seluas 215 hektare dibuka untuk komoditas hortikultura seperti kentang dan bawang. Namun, petani lokal justru kehilangan kendali atas tanah dan pola tanam mereka. Proses tanam dinilai terburu-buru, bibit tidak cocok, dan panen gagal. Sebagian petani terjerat utang, sertifikat tanah tergadai, dan beralih menjadi buruh harian. Pemerintah membentuk Badan Otorita (BOPKFE) untuk ekspansi hingga 15.000 hektare.
Kedua lokasi menunjukkan pola serupa: masyarakat lokal terpinggirkan, lahan dikuasai negara dan korporasi, serta muncul pertanyaan besar—kenapa begitu banyak masuk ke daerah mereka tanpa suara mereka didengar.
Penulis: 44d1n0/DRJ
Editor. : Red. Minakonews.com
