Indeks

Kenakalan Remaja Sumbar 2025: Antara Gawai, Gengsi, dan Gaya Hidup Menyimpang

Dr. Willson Gustiawan, dosen Politeknik Negeri Padang dan alumnus National Yunlin University of Science and Technology, Taiwan, mengenakan busana adat Minangkabau saat menghadiri acara akademik di Padang.(Dok.Minakonews.com).

Padang (Sumbar), MINAKONEWS.COM – Fenomena kenakalan remaja di Sumatera Barat belakangan ini menjadi keprihatinan bersama. Menurut Willson Gustiawan, dosen Politeknik Negeri Padang dan alumnus National Yunlin University of Science and Technology di Taiwan, gejala yang tampak di permukaan seperti tawuran antar pelajar hanyalah puncak gunung es.

Yang lebih mengkhawatirkan adalah perilaku tersembunyi yang kurang terpantau publik, termasuk kecenderungan terhadap gaya hidup menyimpang yang berpotensi merusak sendi-sendi moral, adat, dan agama masyarakat Minangkabau.

Willson menilai, penggunaan media sosial yang tidak bijak menjadi faktor utama yang mempercepat degradasi nilai di kalangan remaja. Akses tanpa batas membuat mereka mudah terpapar pengaruh negatif yang jauh dari prinsip adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Ia menyerukan penguatan religiusitas, pendidikan karakter, dan pengawasan dari berbagai lini agar generasi muda tetap tumbuh sesuai pepatah adat: nan tuo dihormati, nan tangah disayangi, nan ketek dibimbing.

Sosiolog dari Universitas Negeri Padang, Dr. Erianjoni, M.Si, turut menyoroti perubahan pola kenakalan remaja yang kini merambah ke ranah digital.

Banyak varian kenakalan remaja dewasa ini. Teknologi digital memberi kontribusi terhadap munculnya kenakalan remaja jenis baru,” ujarnya kepada Sumbar kita.
Ia menyebut bahwa solidaritas yang salah, balas dendam, dan masalah asmara menjadi pemicu utama tawuran yang kerap direkam dan disebarkan sendiri oleh pelaku.

Irjen Pol. Gatot Tri Suryanta, Kapolda Sumatera Barat, menegaskan bahwa pendekatan represif bukanlah solusi jangka panjang. Penangkapan bukan solusi utama. Kalau hanya ditahan, mungkin bisa menimbulkan efek jera sekali dua kali, tapi masa depan mereka bisa suram,” ujarnya dalam wawancara dengan Rakyat Terkini.
Polda Sumbar kini menggandeng LKAAM untuk pendekatan berbasis nilai lokal dan pembinaan komunitas.

Data dari Balitbang Provinsi Sumatera Barat menunjukkan bahwa tawuran pelajar meningkat 18% dibanding tahun sebelumnya. Balap liar tercatat di 11 kabupaten/kota, dengan Padang dan Bukittinggi sebagai titik paling aktif. Penyalahgunaan media sosial seperti cyberbullying dan konten kekerasan naik 22%. Jumlah remaja putus sekolah usia 14–17 tahun mencapai 4.213 kasus, mayoritas di tingkat SMA. Pelanggaran norma sekolah seperti merokok, bolos, dan intimidasi tercatat sebanyak 6.870 kasus. Bahkan, kecenderungan terhadap gaya hidup menyimpang dilaporkan oleh satu dari lima sekolah responden.

Sementara itu, data dari SIMFONI-PPA KemenPPPA mencatat bahwa jumlah anak korban kekerasan di Sumbar tahun 2025 mencapai 1.842 kasus. Tempat kejadian terbanyak adalah lingkungan sekolah dan jalanan umum, dengan usia korban dominan berada di rentang 13–17 tahun. Jenis kekerasan yang dilaporkan meliputi fisik, psikis, seksual, dan eksploitasi digital.

Muhamad Farhan, peneliti muda dari Universitas Pamulang, menekankan bahwa kenakalan remaja tak bisa dilepaskan dari kualitas pendidikan dan dinamika keluarga.
“Kenakalan remaja dipicu oleh keluarga yang tidak harmonis, pengaruh teman sebaya, dan kualitas pendidikan yang rendah,” tulisnya dalam jurnal sosial remaja.

Sejumlah pemerhati pendidikan dan tokoh adat mendorong agar pemerintah daerah memperkuat program pendidikan karakter, konseling sekolah, dan ruang ekspresi positif bagi remaja. Tanpa intervensi yang menyentuh akar masalah, kenakalan remaja akan terus berkembang dalam bentuk yang makin sulit dikendalikan.(d®amlis).

Penulis. : d®amlis

Editor. : Red minakonews