Dr. Dina.(Foto : d®amlis).
Padang (Sumbar), MINAKONEWS.COM – 10 September 2025. Departemen Ilmu Politik Universitas Andalas (Unand) menggelar kuliah umum bertema “Ketimpangan Berbasis Gender dalam Kebijakan Publik di Indonesia: Antara Religiusitas dan Hak Konstitusional Warga Negara”. Acara ini menghadirkan akademisi diaspora Indonesia, Dr. Dina Afrianty dari Australian Catholic University, sebagai narasumber utama dan dimoderatori oleh Mhd Fajri, S.IP, MA, dosen Ilmu Politik Unand.
Dalam pemaparannya, Dr. Dina menegaskan bahwa gender bukan sekadar perbedaan biologis antara laki-laki dan perempuan, melainkan konstruksi sosial yang membentuk identitas, peran, dan perilaku seseorang. Ia menyebut bahwa kebijakan publik di Indonesia masih banyak yang bias terhadap perempuan dan kelompok rentan (Tirasonline, 2025).
Ketika agama dan budaya dijadikan pembenaran atas ketimpangan, maka hak konstitusional warga negara terancam,” tegasnya.
Ia juga menyoroti rendahnya keterwakilan perempuan dalam politik, meskipun regulasi menetapkan kuota 30%. Beban ganda yang ditanggung perempuan—baik di ranah domestik maupun publik—menjadi tantangan serius dalam mewujudkan kesetaraan.
Ketimpangan Gender: Fakta dan Angka
Menurut data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS), Indeks Ketimpangan Gender (IKG) Indonesia per Mei 2025 berada di angka 0,421. Meskipun menunjukkan tren penurunan, angka ini masih mencerminkan kesenjangan nyata di berbagai sektor:
– Partisipasi kerja perempuan hanya mencapai 53%, jauh tertinggal dari laki-laki yang berada di angka 82%.
– Keterwakilan perempuan di parlemen nasional masih stagnan di bawah 22%, meskipun ada regulasi kuota 30%.
– Akses layanan kesehatan reproduksi masih timpang, terutama di wilayah terpencil dan tertinggal.
Provinsi dengan IKG terendah adalah Yogyakarta, diikuti oleh Bali, DKI Jakarta, dan Jawa Tengah, menandakan bahwa wilayah urban cenderung lebih progresif dalam kesetaraan gender.
Disabilitas: Stigma dan Minimnya Kebijakan Inklusif
Dr. Dina juga mengangkat persoalan disabilitas sebagai bagian dari ketimpangan sosial. Menurut Statistik Indonesia 2025, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia mencapai 9,6% dari total populasi, dengan mayoritas berada di usia produktif. Namun, hanya 38% dari mereka yang memiliki akses pendidikan formal setara SMA ke atas, dan tingkat partisipasi kerja mereka masih di bawah 40%, didominasi sektor informal.
Kesetaraan dan inklusi bukan sekadar wacana hak asasi, tetapi syarat bagi keadilan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan demokrasi yang sehat.”
Salah satu peserta, Rahmad (Mahasiswa Ilmu Politik 2023), menyampaikan refleksi kritis:
Orang disabilitas itu bukan cacat, tapi lingkungannya lah yang membuat dia menjadi cacat.
Respons Akademik dan Mahasiswa
Kuliah umum ini diikuti oleh lebih dari 120 mahasiswa Ilmu Politik Unand dan dihadiri oleh jajaran akademik seperti Dr. Tengku Rika Valentina (Wakil Dekan I FISIP), Dr. Zulfadli (Ketua Departemen Ilmu Politik), Dewi Anggraini, M.Si (Ketua Prodi S1 Ilmu Politik), serta Prof. Dr. Asrinaldi, M.Si. Diskusi berlangsung interaktif, membuka ruang refleksi terhadap realitas sosial dan kebijakan publik.
Konteks Akademik dan Internasional
Dr. Dina dikenal sebagai peneliti dan advokat dalam isu gender, hak disabilitas, dan kebijakan publik. Ia merupakan pendiri AIDRAN (Australia-Indonesia Disability Research and Advocacy Network) dan aktif dalam forum internasional seperti CAUSINDY serta ICGCS 2025, di mana ia membawakan topik _“Gender, Islam and Politics in Indonesia: Challenges and Opportunities.(d®amlis).
Penulis. : d®amlis
Editor. : Red minakonews
