Pesta Literasi Indonesia 2025 dimulai. Cerita dari seluruh Nusantara kini bersuara lewat buku, komunitas, dan kata. Literasi bukan lagi milik kota besar ia milik semua yang ingin bercerita (DRJ/AI).
Jakarta, MINAKONEWS.COM – 6 September 2025. Setelah sukses digelar dua tahun berturut-turut di Jakarta, Pesta Literasi Indonesia 2025 kini menjelajah ke 12 kota di seluruh Indonesia. Mengusung tema Cerita Khatulistiwa, festival ini menjadi ruang pertemuan antara buku, komunitas, dan keberagaman narasi lokal. Gelaran ini dimulai hari ini di Bogor dan akan berlanjut ke Garut, Magelang, Malang, Ambon, Manado, Jayapura, Makassar, Medan, Padang, Pekanbaru, dan Pontianak sepanjang bulan September.
Diselenggarakan oleh Forum Literasi Nasional bersama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, acara ini dirancang untuk memperluas akses literasi ke daerah-daerah yang selama ini kurang terjangkau oleh industri buku arus utama. Ketua penyelenggara, Amie Puspahadi, menyatakan bahwa tahun ini fokusnya adalah menghadirkan cerita dari pinggiran agar bisa tampil dan didengar secara nasional.
Format Acara: Lebih dari Sekadar Baca Buku
Pesta Literasi tahun ini menghadirkan berbagai kegiatan interaktif, seperti diskusi panel bersama penulis dan editor nasional, workshop menulis dan ilustrasi untuk anak-anak dan remaja, musikalisasi puisi, pertunjukan teater, serta bazar buku dari penerbit lokal dan nasional. Di beberapa kota, kompetisi mengeja (spelling bee) dan lomba resensi buku untuk pelajar menjadi daya tarik utama.
Setiap kota dirancang dengan pendekatan lokal, bekerja sama dengan komunitas literasi setempat. Di Jayapura, misalnya, komunitas Torang Baca dan Papuansspeak mengangkat cerita rakyat Papua dalam bentuk pertunjukan lisan dan ilustrasi. Di Magelang, Sundayreads Club menggelar sesi membaca bersama di taman kota, diiringi musik akustik dari pelajar SMA.
Kolaborasi Komunitas: Literasi yang Membumi
Lebih dari 13 komunitas literasi terlibat aktif dalam penyelenggaraan tahun ini. Di Manado, festival ini menggandeng komunitas Cegah Bunuh Diri untuk mengangkat literasi sebagai alat healing dan kesetaraan. Di Makassar, komunitas Kayuh Literasi menggelar kelas menulis untuk ibu rumah tangga dan pekerja informal. Sementara di Padang, Suara Literasi Membara mengangkat isu keberagaman bahasa daerah melalui puisi dan cerpen.
Chief Editor Gramedia Pustaka Utama, Andi Tarigan, menegaskan bahwa literasi bukan hanya soal membaca buku, tapi tentang membangun kesadaran sosial. Menurutnya, komunitas yang bergerak di isu kopi, gender, bahkan kesehatan mental bisa ikut bicara lewat literasi. Ia menyebut bahwa tahun ini Gramedia mendukung penuh distribusi buku ke wilayah timur Indonesia sebagai bagian dari komitmen inklusi.
Literasi sebagai Gerakan Sosial
Pesta Literasi Indonesia 2025 bukan sekadar festival buku. Ia adalah panggung bagi cerita-cerita lokal, ruang bagi komunitas untuk bersuara, dan gerakan budaya yang menyatukan Indonesia lewat kata. Dari Bogor hingga Jayapura, literasi kini bukan hanya milik kota besar—ia milik semua yang ingin bercerita.(DRJ).
Penulis. : FRJ
Editor. : Red minakonews
