Gedung Mahkamah Konstitusi RI di Jakarta.(Foto : Ref).
Pasaman (Sumbar), MINAKOWNEWS.COM – Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Pasaman yang dijadwalkan pada 19 April 2025 tinggal menghitung hari. Namun, alih-alih menyongsong proses demokrasi yang bersih dan damai, publik kembali disuguhkan rangkaian polemik yang memantik kekhawatiran terulangnya PSU jilid dua.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan hasil Pilkada Pasaman yang digelar serentak secara nasional pada 27 November 2024. Putusan itu dikeluarkan karena ditemukan adanya pelanggaran administrasi serius yang mencederai asas keadilan pemilu.
Dalam putusannya, MK juga membatalkan kemenangan pasangan calon nomor urut 1, Welly Suheri dan Anggit Kurniawan Nasution, serta memerintahkan KPU Pasaman untuk menggelar PSU tanpa mengikutsertakan Anggit Kurniawan karena persoalan administrasi.
Namun, polemik tak berhenti di situ. Seiring proses menuju PSU, mencuat kembali kontroversi yang dinilai dapat berpotensi memicu sengketa lanjutan. Salah satunya terkait penetapan pasangan Welly Suheri – Parulian Dalimunthe oleh KPU Pasaman melalui Keputusan Nomor 12 Tahun 2025 tertanggal 27 Maret 2025.
Tim hukum dari pasangan pesaing, Sasuai, melalui kuasa hukumnya Andreas Ronaldo, menyebut penetapan tersebut telah menabrak putusan MK Nomor 176/PUU-XXII/2024.Menurutnya, putusan MK melarang caleg terpilih mundur untuk maju dalam Pilkada.
Diketahui, Welly Suheri merupakan caleg terpilih pada Pemilu Legislatif 2023 lalu dan telah mengundurkan diri untuk mengikuti Pilkada Pasaman. Atas dasar itu, tim hukum Sasuai telah melayangkan sanggahan ke KPU Pasaman dan melakukan upaya banding ke KPU Provinsi Sumatera Barat untuk membatalkan pencalonan Welly – Parulian.
Situasi ini menimbulkan kekhawatiran luas di masyarakat. Mereka was-was bahwa hasil PSU nanti kembali akan digugat ke MK dan berujung pada putusan PSU ulang untuk kedua kalinya. Dalam kondisi keuangan daerah yang sedang sulit akibat kebijakan efisiensi dari pemerintah pusat, pelaksanaan PSU berulang jelas akan membebani APBD dan menghambat jalannya pembangunan.
Sebagian pihak berharap masyarakat Pasaman lebih selektif dalam menentukan pilihan. Dukungan terhadap pasangan calon yang tidak memiliki persoalan hukum dianggap penting untuk memastikan hasil PSU sah dan tidak kembali dibatalkan. Stabilitas pemerintahan daerah, kata mereka, hanya bisa diraih jika proses demokrasi berjalan tanpa cacat hukum yang berujung pada putusan MK lagi.
Kini, semua mata tertuju pada PSU 19 April mendatang. Masyarakat Pasaman berharap peristiwa hukum yang mengguncang demokrasi lokal ini menjadi yang terakhir. Mereka mendambakan pemimpin definitif yang bisa membawa Pasaman keluar dari pusaran konflik politik menuju pembangunan yang berkelanjutan dan berkesinambungan.(Refdinal).
Penulis : Refdinal
Editor : Red minakonews