ADAT BASONDI SYARAK – SYARAK BASONDI KITABULLOH

St. Syahril Amga. (MSR)

Karena ucapan lidah kalimat “Sandi” hingga menjadilah “Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah”. Malah ada yang Kemodern modernan hingga menulis falsafah kehidupan kita orang Minangkabau dengan “Adat Basandi Syarak – Syarak Basandi Kitabullah”.

Statmennya itu ditegaskan St. Syahril Amga dalam menjawab pertanyaan Minakonews.Com di Batusangkar, Rabu (27/12).

  1. Dijelaskannya kata “Sindi” itu berasal dari pekerjaan memasukan batu “pipie” sebesar telapak tangan ke bawah tonggok rumah adat yang sedang dalam proses pembangunan. Hal itu dapat disaksikan ketika orang Minangkabau batagak rumah adat. Setelah di paringinan selama 15 hari 15 malam.

Pada rangkaian membangun rumah adat Minangkabau itu sesudah rumah tersebut “tadagak”. Namun belum beratap dan belum berdinding dan baru tekerangka saja. Menurut adat kerangka rumah gadang itu harus diparanginan selama 15 hari 15 malam.

Setelah diparabunan selama 15 hari 15 malam pihak yang membangun rumah adat itu mengundang seluruh datuok-datuok dalam nagari untuk manyondi. Panggilan itu pada undangan tersebut dikatakan secara adat “Angku Datuok”. Kaum dari (Dt Rajo Indo misalnya) rumah adatnyo alah tatagak dan diparanginan pulo selama 15 hari 15 malam.

Sehubungan dengan itu ia mohon kehadiran “Inyiak Datuak” untuk datang manyondi “bisuak pagi”. Semoga rumah adat itu dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Bahkan harapan kito rumah itu “berfungsi” secara adat hendaknya.

Besok pagi “Inyiak Datuak” nan di undang itu datang membawa batu picak sebesar telapak tangan. Dalam acara “Manyondi” itu kepala tukang rumah itu naik ke tonggak “Tuo” dan “Obang” atau mengumandangkan “Azan”. Setelah pengumandangan kalimah tauhid itu Datuok “Pucuak dan atau Datuak “Tuo” jika pembangunan rumah adat itu dalam kelarasan Bodicaniago, mengucapkan Basmalah yang diiringi ya dengan ucapan “Sindi-sondi”.

Artinya masukan baru kebawah “Tonggak”. Jadi “Manyondi” adalah memasukkan batu sebesar telapak tangan ke bawah “Tonggak” atau ke bawah tiang rumah adat itu. Sondi yang datang belakangan itu sifatnya menguatkan tagaknya rumah adat tersebut.

Oleh sebab itu dinyatakanlah oleh orang tua-tua kita tempo dulu “kuwek” rumah karano “Sondi”. Sondi rusak rumah binaso, kuwek bangso karena Budi indak babudi badan binaso. Hakikatnya hidup perlu berbudi dan budi itu tidak bisa dilago (ditawar).

  1. Sandi, sandi adalah nama dari kelompok bahasa “Rahasia”. Bahasa “Rahasia” itu tidak banyak orang yang tahu artinya walaupun tiap kantor Gubernur, kantor Bupati dan pada kantor Wali Kota ada ruangan sandi telekomunikasi (Santel). Bahkan yang bertugas pada “Santel” itu tidak banyak orangnya akan tetapi petugas itu ahli dalam bahasa “Rahasia”.

Contoh dari bahasa “Rahasia” itu “Morse”, pada jawatan kareta api di atas kertas hitam terlihat titik-titik saja. Apa tujuan dari titik titik putih dan hijau itu tidak banyak orang yang tahu justru kesemua itu adalah “Rahasia”. Bahkan pada tingkat Nasional ada lembaga sandi negara (Lemsara) itu sebutan tempo dulu, kini namanya “Lemsaneg” yang kepanjangannya juga lembaga sandi negara dan itu lebih rahasia lagi, uangkap mantan anggota DPRD 1999 itu.

  1. Sendi. Ucapan “Sendi” dalam bahasa Minangkabau yang pertama diuntukan bagi persendian tubuh kita. Yang kedua “Sendi” adalah nama dari pasangan batu dengan pasir yang pakai semen untuk tempat bertonggoknya “Slof” bagian bawa bangunan. Selanjutnya diatas “Slof” itu diletakan batu bata dan sejenisnya.(MSR).
    Penulis : M Syukur
    Editor : Red minakonews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *